“pengalaman
adalah guru terbaik, sedangkan guru yang baik dibentuk dari pengalaman...”
Semangat merupakan modal awal seorang pelajar untuk menimba pengalaman
sebanyak-banyaknya, melukis cerita untuk meraih cita-citanya. Kesempatan tak akan datang untuk kedua kalinya, namun
untuk kali keduanya segala sesuatu harus benar-benar di rencakan dan di
fikirkan matang-matang. Kewajiban dari seorang pelajar adalah belajar dimanapun
dan kapanpun dengan cara dan proses yang baik. Sedangkan tugas seorang pelajar,
adalah mengamalkan dan menerapkan hasil belajarnya kedalam kehidupan
sehari-harinya.
Berawal dari sebuah kegiatan, aku seorang pelajar yang masih butuh banyak
belajar bertekad dengan semangat untuk merubah arah pengalaman belajarku.
Dengan hanya belajar di bangku kuliah, bagiku cukup untuk menggugurkan
kewajibanku, namun tugasku ? kurasa belum. Ternyata masih banyak tugasku yang
belum ku sentuh.
Masih teringat sebuah pesan dari guruku “ngamalno lan nerapno ilmu iku
sitik-sitik, opo wae sing uwes dioleh, iku langsung amalno, iso karo kegiatan
harian, ngajar, lan iso uga crita nang kanca, iku zakate ilmu gawe ngikat”.
Berawal di Wardatul Ishlah lah, aku mulai belajar dari pengalaman serta
menerapkan ucapan seorang guruku tadi. Disana kutemui banyak kawan relawan
pengajar yang tulus mengajar, yang justru notabene nya dengan latar belakang
yang berebeda-beda dan mungkin bukan lingkup mereka untuk mengajar. Namun,
mereka bisa bahkan lebih baik daripada aku. Itu karena pengalaman mereka yang
lebih lama.
Kiranya, pertama kali aku memberi salam dan dijawab oleh puluhan santri
kecil yang sangat ceria itu. Senang rasanya di iringi degup jantung yang
kencang dalam dadaku. Tak banyak ucapku, masih kutirukan gaya mengajar dari
pengajar sebelumnya. Dalam pembelajaran, aku memang kurang kreatif dalam
mengolah desain pembelajaran. Dengan mencontoh dan sedikit meniru, aku mencoba
membuat sebuah kartu berisi gambar hewan dengan bentuk mirip huruf hijaiyah.
Berbekal itu aku mulai mengikuti jejak pengajar lainnya. Namun, kutemui kendala
berikutnya, yakni gaya penyampaianku, disinilah diri ini dituntut memiliki gaya
bahasa yang luwes dan mudah diterima oleh anak-anak. Semua membutuhkan proses,
belajar dan mencoba.
Pengajar rasa mahasiswa, mungkin hal itu berat bagi yang belum mau
memulainya untuk mencoba. Nyatanya, keluarga pengajar di wardatul ishlah mampu.
Belajar bersama setelah pembelajaran usai hingga mengisi hari libur sangat
menyiksakan hati, hal ini berat dirasa bagi seorang mahasiswa. Teringat lagi,
kita adalah seorang pengajar meski rasa mahasiswa. Apapun kondisi seorang
mahasiswa, kita harus tetap menjadi pengajar yang berusaha menjadi
professional. Yang tak pernah terlupa, adalah usaha kreativitas yang tanpa
batas, membuat senyum-seyum tulus dari wajah mungil santri-santri terus
merekah.
Keluarga ku wardatul ishlah, yang saling menegur bila aku banyak salah.
Selalu mendorong bila semangatku sempoyong.
Komentar
Posting Komentar