Langsung ke konten utama

Rumus Terindah Yang Tak Pernah Hilang



Dalam sebuah ruangan luas jam dinding berputar detik demi detik, duduk dengan perhatian penuh pada sebuah layar yang menyala, jarinya sendang mengetik sebuah status di akun media sosial. Syifa’, gadis dengan tubuh tinggi dengan postur tubuh yang tidak telalu gemuk – ideal –.  Waktu menunjukkan pukul 21:00 WIB, sebagai seorang santri juga seorang pelajar, baginya waktu masih sangat sore, masih banyak hal yang harus dikerjakan dan disiapkan untuk sekolah esok hari. Setelah mengaji, dia berjalan bersama keempat temannya – Binti,Azizah,Putri, dan Irun – , dalam perjalanan menuju kamar, mereka berfikir untuk menemukan seorang yang mau menjadi guru untuk mengajarinya Rebana Al-banjari. “Gimana teman-teman, setiap kita latihan hanya rumus-rumus ini yang kita gunakan, gimana kita mau berkembang?” tanya Syifa’ dengan gaya seperti orang yang tak mau menyerah (demontrasi), “iya benar, sejak kemarin kita latihan dengan ‘autodidak’, aku juga bingung gimana solusinya rek..”, sahut Azizah sedikit bingung. Sampailah mereka ke depan sebuah pintu bertuliskan “Zahrotul Firdaus” , sebuah kamar penuh saksi kehidupan dengan kebersamaan. Didalam kamar, Binti berteriak dengan penuh semangat, karena dia menemukan sebuah ide yang cukup ‘gila’, “rek, gimana kalo kita bikin status di sosmed?”.
Jarinya tak kunjung berhenti, hingga sebuah ketikan menjadi kalimat yang bertuliskan “WANTED! Guru Al-banjari, [posted by. Syifa’ul]”, selang beberapa menit, sebuah tanda pemberitahuan muncul “ctiiingg..” dibukalah pemberitahuan itu, seseorang berkomentar di postingan syifa’. Komentar itu bermula dengan kata yang cukup melegakan untuk dibaca “siap.. hehe.. [coment by Bakhtiar]“. Kata itu seperti sebuah candaan biasa, namun bagi syifa’ dan kawan-kawannya menjadi sebuah angin segar yang menghampiri mereka. Dengan tekad yang kuat dan bulat, jawaban itu dijadikanlah sebuah kata yang serius.
Jam pulang sekolah berbunyi, “kriiing...kriiing..kriiing”. Tanda seluruh pelajaran berakhir. Jum’at, adalah hari pelatihan Ekstrakulikuler Kesenian dan SKI. Hari ini Syifa’ dkk, mulai bergabung untuk latihan bersama teman-teman kesenian, karena sebelumnya mereka telah mendapat lampu hijau dari bakhtiar – ketua ekstrakulikuler kesenian – untuk latihan bersama di Masjid At-Taqwa. Dengan saling malu-malu kami bergabung. Dengan bekal rumus pertama yang telah mereka pelajari bersama di kamar, lantunan bunyi alat musik terdengar serempak “dung tek tek, dung dung dung tek, tek dung tek tek”. Pesan pertama untuk mereka saat itu adalah “bermainlah dengan alat musik ini penuh penghayatan, pukul dengan tidak menyakitinya, suara alat musik ini bukan hanya kalian yang mendengar, dengan penghayatan, orang lain yang mendengarkan juga akan ikut terhanyut ” pesan Bakhtiar. “tak hanya menghafalkan rumus dalam pukulan, namun penghayatan rumus akan lebih memliki hasil yang baik” lanjutnya.
Perjalanan pulang hari ini di ikuti mendung dan senja yang indah, ayuhan sepeda kami berjalan lebih lambat daripada biasanya. Saat perjalanan, Putri bergumam lirih namun terdengar “rumus itu indah ya, tak seperti yang ku pelajari dalam rumus Fisika dan Kimia”. “jelas dong, coba kamu bayangkan, rumus pelajaran mana yang mampu menghasilkan irama dan nada yang indah itu? Serta membuat kita semakin cinta kepada Rasulullah SAW..” sahut Syifa’, “subhanallah...” sahut Binti lagi.
Sejak saat itu, cinta mereka terhadap Rebana Al-Banjari semakin tinggi, dengan mulai mengisi setiap acara di tempat tinggal mereka, hingga mengikuti Festival Banjari. Dengan begitu rumus yang indah itu takkan pernah hilang dari hati dan ingatan mereka, serta menumbuhkan hati yang semakin cinta kepada Rasul-Nya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

movie review : HAFALAN SHALAT DELISA

Genre : Drama Producer: Chand Parwez Servia Directed by : Sony Gaokasak Author manuscript : Armantono Company movie : Starvision ( The story lifted from the novel with the title " Hafalan shalat Delisa" by Tere Liye . ) movie review : HAFALAN SHALAT DELISA BY : TERE LIYE Seven year anniversary of the tsunami disaster in Aceh on December 26, 2004, a family drama set in the back of one of the greatest tragedies of mankind nature has ever experienced was released in theaters many places in Indonesia. Titled memorize prayers Delisa, a novel titled the same as the work of Tere Liye. The story of the efforts of a child who survived the tsunami to continue his life, memorizing prayers Delisa recognized to have some moments that can make the audience were shocked and sympathize with all the trials through which the characters present in the story of this film.

Manusia dan Harapan yang bersifat Das Sein dan Das Sollen - ISBD

BAB I PENDAHULUAN A.                 LATAR BELAKANG          Pada dasarnya manusia dan harapan itu berada dalam satu naungan atau berdampingan. Setiap manusia pasti mempunyai harapan, manusia tanpa harapan berarti manusia itu mati dalam hidup. Orang yang akan meninggal sekalipun mempunyai harapan, biasanya berupa pesan-pesan kepada ahli warisnya. Harapan bergantung pada pengetahuan, pengalaman, lingkungan hidup dan kemampuan masing-masing.          Harapan juga harus berdasarkan kepercayaan, baik kepercayaan pada diri sendiri, maupun kepercayaan kepada Allah SWT. Agar harapan bisa terwujud, maka manusia harus berusaha dengan sungguh-sungguh dan diikuti dengan berdo’a kepada Allah SWT. Hal ini disebabkan karena harapan dan kepercayaan tidak dapat dipisahkan. Harapan dan kepercayaan merupakan bagian dari hidup manusia selama di dunia karena setiap manusia mempunyai harapan dan kepercayaan kepada Allah SWT. B.                  RUMUSAN MASALAH 1.       Apa pengertian dari Manu

Apa itu Rebana Al-Banjari ??

Rebana yakni sebuah alat yang terbuat dari kulit lembu menyerupai bedug pada masjid , namun berukuran kecil , sehingga cara memainkannya pun dengan di bawa oleh tangan kiri , dan di mainkan dengan tangan kanan . Bagi masyarakat Melayu di negeri Pahang , permainan rebana sangat populer, terutamanya di kalangan penduduk di sekitar Sungai Pahang . Tepukan rebana mengiringi lagu-lagu tradisional seperti indong-indong, burung kenek-kenek, dan pelanduk-pelanduk. Di Malaysia, selain rebana berukuran biasa, terdapat juga rebana besar yang diberi nama Rebana Ubi , dimainkannya pada hari-hari raya untuk mempertandingkan bunyi dan irama . (Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Rebana ) Saya mengenal rebana pertama kali saat bersekolah di bangku Sekolah Dasar , saat itu di tempat mengajiku aku pertama kali menerima rumusan-rumusan rebana , DTT DDDT TD TT .. :D lucu saat aku pertama kali mendengarnya ...