- Riwayat
Hidup singkat Al-Maturidi
Pendiri Maturidiyah adalah
Abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al-Maturidi, sering pula disebut
Abu Mansur . Lahir di Maturid,sebuah kota kecil di daerah Samarkand,wilayah
Trmsoxiana di Asia Tengah,daerah yang sekarang disebut Uzbekistan (sekarang
Soviet).[1] Tahun kelahirannya tidak
diketahui secara pasti,hanya diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-3
hijriyah atau sekitar pada ± 238/853 M . Ia wafat pada tahun 333H/944M. Gurunya
dalam bidang fiqh dan teologi bernama Naysr bin Yahya Al-Balakhi. Tidak banyak
yang kita ketahui tentang riwayat hidupnya, tetapi yang jelas ia adalah
penganut madzhab Hanafi.
Maturidi hidup bersama
Asy’ariy , hanya saja beliau hidup di samarkand dan mengikuti madzhab hanafiah
sedangkan Asya’ariy hidup di Basrah (irak) dan mengikuti madzhab Syafii .
Pendidikan Al-maturidi
lebih dikonsentrasikan kepada bidang teologi dan fiqh , dengan tujuan
memperkuat pengetahuannya untuk menghadapi paham-paham teologi yang akan banyak
berkembang dalam masyarakat islam , yang di pandang oleh Al-maturidi tidak
sesuai dengan kaidah yang benar menuut akal dan syara’. Pemikiran-pemikirannya
sudah banyak dituangkan dalam bentuk karya tulis , diantaranya adalah Kitab
Tauhid , Ta’wil Al-Qur’an , Ma’khaz Asy-syara’i, Al-Jadl, Ushul fi ushul
Ad-Din, Maqalatat fi Al-Ahkam , Radd Awa’il Al-Adillah li Al-ka’bi, Radd
Al-ushul Al-khamisah li Abu Muhammad
Al-Bahili , Radd Al-Imamah li Al-Ba’d Ar-Rawafidh dan kitab Radd ‘ala
Al-Qaramithah.[2]
Al-maturidi mendasarkan fikirannya
dalam soal-soal kepercayaan kepada pemikiran Imam Abu Hanifah yang tercantum
dalam kitabnya “al-Fiqh al-Akbar” dan “al-Fiqh al-Absat” didalamnya Al-maturidi
memeberi ulasan terhadap kedua kitab tersebut Al-maturidi meninggalkan sebagian
besar karangannya dalam lapangan ilmu tauhid.
Tokoh penting Maturidiyah adalah
Abu Al-Yusr Muhammad Al-Bazdawi (421-493 H), neneknya adalah murid Al-Maturidi
dan Al-Bazdawi memperoleh ajaran-ajaran Maturidiyah daripadanya. Al-Bazdawilah
yang membawa ajaran Maturidiyah ke Bukhoro, yang memperoleh banyak pengikut
sehingga menjadi Maturidiyah aliran/cabang Bukhoro, dimana pendapat-pendapatnya
mendekati kepada faham Asy’ariyah. Sedang aliran-aliran asli (Samarkand) lebih
dekat kepada faham Mu’tazilah. Al-Bazdawi mengarang kitab : Ushuluddin, sedang
muridnya Najmuddin Muhammad Al-Nasafi (460-537 H) mengarang Al-Aqoid
Al-Nasafiyah.
Perngikut Al-Maturidi tidak selalu
sefaham dengan gurunya, oleh sebab itu ada dua aliran Maturidiyah, yaitu aliran
Samarkand dan aliran Bukhoro.
Letak perbedaannya pada tingkat
pengakuan akal sebagai instrumen penafsiran kebenaran. Aliran Samarkand dikenal
lebih dekat dengan Mu’tazilah dalam beberapa pemikirannya, seperti
penerimaannya At-Ta’wil terhadap ayat-ayat yang memuat sifat-sifat
antroposentris dari Tuhan. Sementara aliran Bukhoro dalam hal ini lebih dekat
dengan metodologi berfikirnya Asy’ariyah.
B.
Sistem
Pemikiran Al-Maturidi
Dalam Aliran Maturidi mereka sependapat dengan aliran
asy’ary yang sama-sama menentang aliran Mu’tazilah . Aliran Asy’ary menghadapi
aliran Mu’tazilah yang berpusat di Basrah sedangkan aliran Maturidi menghadapi
cabang-cabang mu’tazilah yang berada di negerinya, keduanya memiliki sedikit
kesamaan pendapat dalam menentang aliran mu’tazilah.Meskipun pendapat Al
Asy’ary dan Maturidi sering berdekatan namun perbedaan pendapat selalu ada. Perbedaan-perbedaan itu dapat kita dapati
dalam kitab “Al-‘Aqidun Nasafiah” karangan Najmudin An-Nasafi. Boleh jadi
perbedaan-perbedaan yanga tidak begitu banyak da hubungannya dengan
perbedaan-perbedaan dasar-dasar mazhab Syafi’I yang dianut oleh imam
Al-Asy’ri dan dasar-dasar Abu Hanifah yang dianut oleh Al-Maturidi.
Karena itu kebanyakan pengikut aliran Al-Maturidi terdiri dari orang-orang
mazhab Hanafi, sedangkan pengikut As-Asy’ariah terdiri dari orang-orang mazhab
Syafi’i.
Perbedaan tersebut Nampak sangat jelas dalam soal-soal
berikut :
1.
Menurut Al Asy’ary mengetahui
tuhan diwajibkan Syara’ , sedang menurut Al Maturidi diwajibkan Akal
2.
Menurut golongan Asy’ary , sesuatu
perbuatan tidak mempunyai sifat baik dan buruk . Baik dan buruk tidak lain
karena diperintahkan syara’ atau dilarangnya. Menurut maturidi , pada tiap-tiap
perbuatan itu sendiri ada sifat-sifat baik dan sifat-sifat buruknya.[3]
Sedangkan menurut Abu Zahra
bahwa perbedaan Asy’ary dan maturidi sebenarnya lebih jauh lagi, baik dari cara
berpikir maupun dari hasil-hasil pemikirannya , karena maturidi memberikan
kekuasaan yang luas kepada akal pikiran melebihi daripada yang diberikan oleh
Al-Asy’ary . Untuk jelasnya ini disebutkan pendapat-pendapat Maturidi :
1.
Kewajiban
mengetahui Tuhan
Menurut
Al-maturidi , akal dapat mengetahui kewajiban untuk mengetahui tuhan , seperti
yang diperintahkan oleh tuhan dalam ayat-ayat Al-Qur’an untuk menyelidiki
(memeperhatikan) alam , langit dan bumi. Akan tetapi meskipun akal semata-mata
sanggup mengetahui tuhan , namun ia tidak dapat mengetahui dengan sendirinya
hokum-hukum taklifi (Perintah-perintah Tuhan) , dan pendapat terakhir berasal
dari Abu Hanifah.
Pendapat
Maturidi tersebut hamper mirip dengan pendapat Mu’tazilah. Hanya saj
perbedaannya ialah aliran Mu’tazilah mengatakan bahwa pengetahuan Tuhan
diwajibkan oleh akal (artinya akal yang mewajibkan) , maka menurut Al-Maturidi,
meskipun kewajiban mengetahui Tuhan apa diketahui akal , tetapi kewajiban itu
datangya dari Tuhan.
2.
Kebaikan dan
Keburukan menurut akal
Komentar
Posting Komentar